Kali ini aku ingin menulis tentang disabilitas, istilah baru yang digunakan untuk menggantikan kata cacat. Masih terdengar aneh memang, tetapi kata ini sepertinya lebih enak didengar dan konotasinya lebih baik dibandingkan dengan kata cacat. Berbicara tentang disabilitas, maka pasti yang terbayang adalah mereka yang tidak bisa melihat (tuna netra), tidak bisa mendengar (tuna rungu), tidak bisa berbicara (tuna wicara) atau mereka yang anggota tubuh mereka tidak normal seperti kita.
Mereka semua itu adalah orang-orang yang sebenarnya tidak memerlukan belas kasihan dari kita, tetapi mereka adalah orang-orang yang memerlukan pedampingan agar mereka mampu mandiri. Karena disabilitas yang mereka miliki otomatis mereka tidak dapat melakukan yang dilakukan orang normal karena fasilitas yang ada saat ini diperuntukkan bukan untuk mereka. Dengan demikian, yang perlu kita lakukan adalah memberikan ruang khusus untuk penyandang disabilitas agar mereka mampu berkreasi sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.
Namun yang sangat disayangkan adalah posisi penyandang Disabilitas dan Pandangan Masyarakat yang masih mendiskriminasikan mereka. Yang masih menganggap kalau penyandang disabilitas itu adalah orang-orang yang tidak mampu berbuat apa-apa. Penyandang disabilitas itu adalah orang-orang yang hanya mengharap belas kasih. Penyandang disabilitas itu adalah orang yang hanya membebani orang lain.
Yang perlu kita lakukan saat ini adalah menghilangkan pikiran tentang penyandang Disabilitas dan Pandangan Masyakat yang selalu menempatkan mereka sebagai orang yang tidak bisa mandiri. Tugas kita adalah menjadi pendamping mereka. Meletakkan mereka sejajar dengan kita. Bekerja sama dengan mereka dan melakukan berbagai hal dengan mereka. Tanpa diskriminasi tentunya. Bisakah? Tentu bisa. Jangan hanya mengharap dari pemerintah saja. Ya, walau pada dasarnya memang sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk membina penyandang disabilitas tersebut. Tapi, tau sendiri bagaimana pemerintah kita.